Akikah, Ibadah Sekali Seumur Hidup
Akikah merupakan ibadah yang disyariatkan untuk dilaksanakan sekali dalam hidup. Akikah bermakna menyembelih atau memotong, yaitu domba/kambing yang disembelih saat bayi dipotong (dicukur) rambut kepalanya. (Ash-Shihah, 4: 1527 dan Mughnil Muhtaj ila Ma’rifati Ma’ani Alfazhi Al-Minhaj, 4: 390)
Akikah juga merupakan hak anak yang di sunahkan untuk ditunaikan oleh orang tuanya. Hal ini sebagai wujud syukur atas lahirnya sang buah hati dan melaksanakan tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam.
عَنْ سَلْمَانَ بْنِ عَامِرٍ الضَّبِيّ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص يَقُوْلُ: مَعَ اْلغُلاَمِ عَقِيْقَةٌ فَاَهْرِيْقُوْا عَنْهُ دَمًا وَ اَمِيْطُوْا عَنْهُ اْلاَذَى
Dari Salman bin Amir Adh-Dhabby radhiyallahu ’anhu, ia berkata, “Saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda, ‘Bersama kelahiran seorang anak itu ada akikahnya. Karena itu alirkanlah darah (sembelihlah hewan) untuknya dan hilangkanlah gangguan darinya.’” (HR. Bukhari no. 5472)
Akikah, wajib atau sunah?
Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
كُلُّ غُلاَمٍ رَهِيْنَةٌ بِعَقِيْقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَ يُحْلَقُ وَ يُسَمَّى
“Setiap bayi tergadaikan dengan akikahnya, disembelihkan (kambing) pada hari ketujuh, dicukur rambutnya serta diberi nama.” (HR. Abu Dawud no. 2838 dan Tirmidzi no. 1605)
Ada beberapa pendapat terkait hukum akikah. Mayoritas (jumhur) ulama berpendapat sunah (mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali), sebagian berpendapat wajib (Hasan Al-Bashri, Abu Zinad, mazhab Dzhohiriyyah) dan ada yang mengatakan mubah (mahzab Hanafi). (Al-Mughni, 13: 393; Al-Istidzkar, 15: 371; dan Bada’iu Shona’i, 5: 169)
Pendapat yang paling kuat adalah pendapat jumhur (mayoritas ulama).
BACA JUGA: Teks Khotbah Jumat: Keutamaan Ibadah di Zaman Fitnah
Bolehkah sebelum atau setelah hari ketujuh?
Afdhol-nya (lebih utama) akikah dilaksanakan pada hari ketujuh kelahiran. Namun, menurut mayoritas ulama pelaksaan pada hari ketujuh hanya bersifat anjuran. Dan seandainya menyembelih sebelum atau sesudah hari ketujuh, maka diperbolehkan. (Ibnu Qoyyim dalam Tuhfatul Maudud, hal. 35).
Cara menghitung hari ketujuh adalah sebagai berikut:
Pertama: Perhitungan hari berdasarkan penanggalan hijriyah.
Kedua: Dihitung mulai dari masuknya waktu magrib. Jika lahir Senin jam 8 malam, maka dihitung hari pertama Selasa. (Lihat Al-Majmu Syarh Muhadzab, 8: 431)
Ketiga: Mayoritas ulama menyatakan hari kelahiran dihitung hari pertama untuk menentukan hari ketujuh kelahiran. Jika lahir hari Senin pagi, siang, atau sore menjelang magrib, maka hari pertama dihitung Senin. (Lihat Al-Mausu’ah Fiqhiyah, 30: 279)
Keempat: Anjuran hari ketujuh merupakan anjuran untuk penyembelihan, bukan untuk pendistribusian daging akikah (dianjurkan yang sudah dimasak).
BACA JUGA: Keutamaan dan Pahala Melimpah dalam Ibadah Umrah
Tetap sah dengan 1 kambing untuk anak laki-laki
Utamanya anak laki-laki diakikahi dengan dua kambing, sedangkan anak perempuan satu ekor kambing sebagaimana hadis berikut. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
عن الغلام شاتان ، وعن الأنثى واحدة ، لا يضركم ذكراناً أم إناثاً
“Bersama anak lelaki dua ekor kambing dan anak wanita seekor kambing, dan tidak memudharati kalian kambing jantan maupun betina.” (HR. Tirmidzi no. 1416, disahihkan oleh Imam Al-Albani di dalam Irwa’ul Ghalil, 4: 391)
Namun, bila tidak memiliki kemampuan untuk menyembelih dua ekor kambing, maka boleh dengan satu ekor kambing (semoga Allah memberikan kemampuan kita untuk menyempurnakan ibadah).
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَقَّ عَنْ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ كَبْشًا كَبْشًا
“Dari Ibnu Abbas, bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengakikahi (cucunya) Hasan dan Husain dengan satu kambing dan satu kambing.” (HR. Abu Dawud no. 2841 dan Thabrani 11: 316 dengan sanadnya sahih)
Tidak mengapa dengan kambing betina
Para ulama tidak menentukan tentang dipersyaratkannya kambing untuk akikah jantan atau betina. (Syarh Nadzmu Waraqat, hal. 89-90) Oleh karena itu, jika menyembelih dengan kambing betina pun tetap sah.
Apa saja syarat sah kambing akikah?
Ada beberapa kriteria kambing yang sah untuk akikah. Meskipun ada beberapa perbedaan pendapat ulama mengenai hal ini.
Pertama: Tidak boleh hewan yang cacat matanya, pincang, sakit, tidak boleh dijual dagingnya atau kulitnya, keluarganya boleh mengkonsumsi dagingnya. (Al-Muwatho’, 2: 502)
Kedua: Usia untuk domba minimal 6 bulan dan untuk kambing minimal 1 tahun. (Sebagaimana hadis riwayat Muslim no. 1963)
Akikah ketika dewasa
Meskipun akikah adalah tanggungan orang tua, tetapi tidak mengapa jika kakek, kerabat, atau orang lain memberikan (membelikan) kambing untuk akikah anaknya. Hal ini sebagaimana Nabi shallallahu ’alaihi wasallam mengakikahi kedua cucunya, Hasan dan Husain.
Lalu, bagaimana jika saat lahir belum diakikahi dan sudah dewasa?
Diriwayatkan oleh Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengakikahi dirinya setelah diutus dengan kenabian. (HR. Ath-Thahawi dalam Al-Musykil 1: 461 dan Thabrani dalam Al-Ausath 1: 529 dengan sanad hasan)
Hal ini juga dikuatkan oleh beberapa ulama tabi’in. Ibnu Sirin rahimahullah berkata, “Seandainya saya tahu kalau saya belum diakikahi, niscaya saya akan mengakikahi untuk diriku.” (Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf : 8: 235 dan disahihkan Al-Albani dalam Ash-Shahihah, 6: 506)
Hasan Bashri rahimahullah berkata, “Kalau engkau belum diakikahi, maka akikahilah sendiri sekalipun sudah dewasa.” (Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla, 8: 322 dan dihasankan Al-Albani dalam Ash-Shahihah, 6: 506)
Akikah untuk janin yang keguguran
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
كُلُّ غُلاَمٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ وَيُسَمَّى
“Setiap anak tergadaikan (untuk mendapatkan syafaat) dengan akikahnya. Disembelih atas namanya pada hari ketujuh, dicukur gundul rambutnya, dan diberi nama” (HR. Abu Dawud no. 2838 dan Tirmidzi no. 1605, dan dinilai sahih oleh Al-Albani)
Melihat keutamaan akikah dan untuk mendapatkan syafaat anak (dengan izin Allah), maka sebagaimana dijelaskan dalam Fatwa Lajnah Da’imah, “Jika janin meninggal setelah ditiupkan ruh (setelah 4 bulan), kemudian ibunya keguguran, maka janin itu dimandikan, dikafani dan disalatkan, kemudian dikuburkan. Disunahkah diberi nama dan diakikahkan…” (Fatwa Lajnah Da’imah, 10: 459-460)
Jika janin yang keguguran berumur di bawah empat bulan, maka menurut Fatwa Al-Lajnah ad Da’imah di atas tidak diakikahi walaupun telah tampak jenis kelaminnya laki-laki atau perempuan.
Semoga penjelasan yang sedikit ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Wallahu a’lam bis-shawab.
BACA JUGA: Menguak Hakikat Ibadah dan Ikrar Pemurnian Ibadah
***
Penulis: Arif Muhammad N.
Artikel asli: https://muslim.or.id/82707-akikah-ibadah-sekali-seumur-hidup.html